Beranda ACEH TENGAH

Ketika Geliat Kopi Arabika Gayo Bertahan Diantara “Badai” Pandemi

BERBAGI

SEJAK Covid melanda belahan dunia dipenghujung 2019, harga kopi arabika asal Dataran Tinggi Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Provinsi Aceh mengalami penurunan drastis di bawah standar.

Rendahnya nilai jual kopi terus bertahan lebih dari setahun berikutnya. Tepatnya di 2020 hingga medio 2021. Buyer hanya menghargai Rp35-38 ribu/kilo gram jenis green beans, padahal sebelumnya harga buah penghasil cafeein ini pernah mencapai Rp65-75 ribu/kilo gram.

Kondisi tersebut menyebabkan mayoritas petani kopi di daerah dingin itu “putar kepala”. Mereka terpuruk secara ekonomi. Ada yang pasrah dalam ketiadapastian. Namun tidak sedikit pula yang bertahan dengan tetap menggeluti bisnis satu ini.

Seiring mulai melandainya “gelombang” pandemi Covid-19, nasip petani kopi menunjukan perbaikan. Pada kuartal 3 dan 4 di 2021, harga jual kopi akhirnya kembali bergerak normal. Meski perlahan tapi pasti, kini agen menghargai kopi gayo Rp65-70 ribu/ kilo gram green beans.

Tentu, membaiknya harga kopi membuat sekitar 80 persen masyarakat yang mengeluti sektor pertanian kopi di dua kabupaten di ujung Pulau Sumatera ini bisa kembali sumringah. Nasip mereka yang lesu pada 2020 akibat dampak pandemi covid-19, berubah ke arah lebih menjanjikan.

“Sejak 6 bulan lalu harga jual mulai bergerak stabil. Moga saja nilai jual kopi arabika gayo ini terus bertahan, meski saat ini masih dalam situasi pandemi,” kata Maidin, petani kopi di Aceh Tengah dalam perbincanganya dengan penulis.

Maidin merincikan, dengan harga jual kopi saat ini, setidaknya para petani seperti dirinya, selain mampu menutupi kebutuhan ekonomi keluarga, juga sebagian dari penghasilannya bisa digunakan untuk biaya sekolah anak dan besarnya kebutuhan perawatan kebun, termasuk pupuk.

Lain pernyataan petani tersebut, beda pula keterangan Fitra, seorang agen pengepul di daerah “petro kopi” ini. Menurutnya, harga kopi akan terus stabil jika permintaan pasar domestik maupun
mancanegara tidak surut sebagaimana sebelum pandemi.

“Mayoritas harga kopi dipengaruhi kebutuhan pasar. Bila permintaan bahan baku meningkat, harga beli dari pedagang ke petani juga bagus. Tapi sebaliknya kalau turun, pembelian dari kami juga harganya akan berkurang,” ungkap Fitra.

Sepengetahuannya, walau masih dalam situasi pandemi, mulai normalnya harga kopi saat ini, salah satu penyebabnya yakni adanya para pebisnis kopi yang melakukan tutup kontrak pengadaan biji kopi dengan buyer dari dalam dan luar negeri.

“Saya kira kebutuhan biji kopi untuk memenuhi kebutuhan buyer akan terjadi sampai beberapa waktu ke depan. Artinya, ini akan mempengaruhi daya dan harga jual beli kopi nantinya,” katanya.

Sempat redup, kini gairah kopi Arabika Gayo kembali berdenyut. Patut disyukuri, sumber utama mayoritas rakyat di wilayah pengunungan ini telah mendapat harga dari jerih payah yang layak bagi pelakunya. Akankah harga komoditi unggulan ini akan terus bertahan di tengah badai pandemi???? Semoga. (Oleh: Irwandi MN)

 

Komentar Via Facebook

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here